Materi SKI Kelas 5 Bab IX: Kisah Teladan Sahabat Ali Bin Abi Thalib
Tahukah kalian siapa khalifah keempat? Ia adalah Sahabat Ali bin Abi Thalib, sepupu Rasulullah Saw. sekaligus menantunya. Sahabat Ali dikenal sebagai remaja yang gemar mencari ilmu, cerdas, tangkas, dan pemberani. Setelah dewasa, menjadi sahabat yang sangat pandai dengan menguasai ilmu secara mendalam sehingga disebut sebagai pintunya ilmu Rasulullah Saw. Sahabat Ali juga mempunyai kepedulian yang tinggi kepada keluarga dan kaum dhu’afa (lemah). Khalifah Ali diangkat menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Usman bin Affan
A. Meneladani Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a.
Nama lengkap sahabat ‘Ali karramallahu wajhah adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Mutthalib. Karena itu, sahabat Ali adalah sepupu Rasulullah Saw. Kenapa diberi gelar karramallahu wajhah? Karena sahabat Ali tidak pernah menundukkan wajahnya menyembah berhala.
Masih ingatkah kalian siapa Abi Thalib itu? Abi Thalib adalah paman Nabi Saw. yang mengasuh dan mengayomi Nabi setelah kakeknya yang bernama Abdul Muthalib meninggal dunia. Dengan demikian, sahabat Ali dan Rasulullah Saw. sama-sama cucu Abdul Muthalib.
Ali adalah anak bungsu dari tiga bersaudara; Aqil dan Thalib. Sahabat Ali lahir di Makkah, pada 10 tahun sebelum kerasulan Nabi Muhammad Saw. Ibunya bernama Fatimah binti Asad bin Abdul Manaf. Ia adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan remaja. Ia sangat akrab dengan Rasulullah karena sejak kecil hidup bersama Rasul. Ali beriman sehari setelah kerasulan Nabi, sewaktu ia berusia 9 tahun.
Sahabat Ali semenjak kecil sudah dididik dengan adab dan budi pekerti Islam. Lidahnya amat fasih berbicara, dan dalam hal ini ia terkenal ulung. Pengetahuannya dalam agama Islam amat luas. Karena kedekatannya dengan Rasulullah Saw, ia termasuk orang yang paling banyak meriwayatkan hadis.
Sahabat Ali menikah dengan Sayidah Fatimah az-Zahro binti Rasulullah Saw. pada usia 26 tahun. Sayidah Fathimah adalah satu-satunya putri Rasulullah Saw. yang ada serta mempunyai keturunan, yakni sayidina Hasan dan Sayidina Husein. Dari pihak Sayidah Fathimah inilah Rasulullah Saw. mempunyai keturunan sampai sekarang. Keturunan Rasulullah Saw. sekarang diberi julukan habib (laki-laki) dan syarifah (perempuan). Sahabat Ali begitu menyayangi dan memperhatikan istri dan anak-anaknya. Sahabat Ali juga peduli kepada tetangga dan kerabatnya.
Di malam hijrah Rasulullah Saw., beliau menggantikan tempat tidur Rasul yang menjadi sasaran penyerangan kaum kafir Makkah. Beliau rela menantang maut karena menggantikan tempat tidur Rasul yang akan dibunuh. Namun, mengetahui yang tidur di tempat tidur Nabi ternyata Ali, kaum kafir tidak membunuhnya. Inilah sifat kepedulian sahabat Ali yang tinggi kepada Rasulullah Saw.
Pada masa peperangan
membela Islam, sahabat Ali sangat terkenal keberaniannya dan termasuk pendekar tanpa
tanding. Sudah menjadi kebiasaan, sebelum perang dengan kafir Makkah dimulai dengan
perang tanding antar tentara pilihan satu lama satu. Sahabat Ali selalu menang
dalam perang tanding ini. Keberaniannya terkenal dan ia mengikuti hampir seluruh
peperangan yang dipimpin Rasulullah Saw. Karena keberaniannya ini sahabat Ali mendapat
julukan asadullah.
Sahabat Ali termasuk dari salah satu dari tiga sahabat utama Nabi yang mengambil pengetahuan, budi pekerti dan kebersihan hati dari Rasulullah SAW. Mereka adalah Sahabat Abu Bakar, Umar dan Ali. Mereka bertiga dikenal sebagai mercusuar yang memancarkan sinar Islam ke seluruh dunia. Bahkan di antara ketiganya, sahabat Ali terkenal sangat cerdas dan dikenal sebagai pintu ilmu dari kota ilmu (kota ilmu adalah Rasulullah Saw).
Sahabat Ali diangkat menjadi khalifah keempat pada tahun 35 Hijriah menggantikan sahabat Utsman bin Affan. Sahabat ‘Ali menjabat khalifah selama 6 tahun. Beliau wafat pada tahun 40 hijriah.
Kisah Kepedulian Sahabat Ali dan Keluarga
Suatu hari sahabat Ali bin Abi Thalib kekurangan makanan. Bersama istrinya yang bernama Sayidah Fatimah, meminta benang kepada seorang Yahudi untuk memintalnya sehingga bisa mendapatkan upah untuk membeli gandum. Setelah selesai bekerja memintal dan dapat membeli gandum, Sayidah Fatimah membuat roti dari gandum tersebut untuk dimakan.
Saat makanan tersaji dan dihidangkan, datanglah seorang fakir miskin meminta makanan. Sahabat Ali pun memberinya beberapa potong roti. Sesaat kemudian datang laki seorang yatim piatu meminta makanan. Sahabat Ali pun memberinya roti. Saat rotinya tinggal sedikit dan akan disantap bersama keluarga, datang lagi seorang budak meminta makanan. Diberikanlah roti terakhir kepadanya. Sahabat Ali bersama keluarga akhirnya tidak jadi makan. Mereka hanya meminum air.
Beberapa saat kemudian, sahabat Ali melihat kedua puteranya yakni sayidina Hasan dan Husein perih menahan lapar. Sahabt Ali dan Sayiodah Fatimah sebenarnya masih bisa menahan lapar. Namun melihat kedua puteranya sahabat Ali tidak tega. Sahabat Ali pun ke rumah kakek Sayidina Hasan dan Husein. Tahukah kalian siapa kakek Sayidina Hasan dan Husein?. Kakek mereka berdua adalah Rasulullah Saw. Sahabat Ali kemudian menceritakan keadaan kedua cucu Rasulullah Saw tersebut. Rasulullah Saw. pun memberinya keranjang kecil berisi buah kurma. Akhirnya sahabat Ali pulang ke rumah dan bersama keluarga menyantap buah kurma tersebut.
B. Sahabat Ali bin Abi Thalib r.a. Menjadi Khalifah ( 35 – 40 H/ 656-661 M)
Tahukah kalian ibu kota negara pindah? Khalifah Ali bin Abi Thalib r.a. diangkat menjadi khalifah dan memindahkan ibu kota dari Madinah ke Kufah. Perpindahan ini untuk mempermudah khalifah Ali menjalankan tugasnya sebagai khalifah.
Ketika khalifah Usman wafat, sebagian elit atau golongan atas pemerintahan Islam tidak menginginkan Ali menggantikan Usman menjadi khalifah. Mereka takut sahabat Ali akan memerintah layaknya sahabat Abu Bakar, yakni dengan penuh kedisiplinan dan sangat ketat. Mereka takut kehilangan jabatan. Namun mereka juga tidak berani mencalonkan diri menjadi khalifah, karena mereka tahu siapapun tidak ada yang pantas menjadi khalifah apabila sahabat Ali masa ada. Hanya sahabat Ali lah yang layak menjadi khalifah. Sementara mayoritas kaum muslimin kalangan bawah sangat menginginkan pemimpin yang tegas, disiplin dan berani seperti sahabat Umar sehingga bisa mengatur kembali pemerintahan Islam yang dirusak para pemberontak dan para pejabat yang tidak bertanggung jawab di masa khalifah Usman.
Rakyat banyak yang berkumpul untuk membaiah sahabat Ali. Namun beliau mengatakan: ”Ini bukan urusan kamu sekalian! Ini adalah urusan orang-orang yang mengikuti perang Badar. Mana Thalhah, Zubair dan Sa’ad?. Para sahabat terkemuka, termasuk yang disebut sahabat Ali tadi tidak ada yang menolak untuk membaiat sahabat Ali. Mereka tidak sanggup menghadapi maa-masa kritis dan perpecahan yang sudah mulai timbul. Akhirnya sahabat Ali dibai'at oleh rakyat terbanyak menjadi khalifah keempat menggantikan khalifah Usman bin Affan.
Dari jawaban sahabat Ali ini menunjukkan, bahwa pada dasarnya sahabat Ali bukanlah orang ambisi jabatan. Ali sangat butuh pertimbangan dari tiga orang tersebut, karena mereka orang-orang berjasa dalam perang Badar di samping orang-orang yang dibentuk oleh Umar dalam memilih Usman sebagai khalifah.
Kepemimpinan umat Islam selanjutnya digantikan oleh sahabat Ali Karramallu Wajhah. Sahabat Ali menjadi khalifah pada usia 58 tahun dan menjabat selama empat tahun. Beliau dikenal sebagai sahabat yang sangat sederhana karena meniru kehidupan Rasulullah, sangat cerdas dan berilmu sangat dalam, tegas dan gagah berani, serta kuat dalam mempertahankan ajaran dan tradisi Rasulullah Saw.
Namun karena kondisi umat Islam yang sangat luas dan terpecah, masa kepemimpinan sahabat Ali banyak dipenuhi gejolak. Kota Madinah menjadi kurang mendukung menjadi pusat pemerintahan. Akhirnya sahabat Ali memindahkan pusat pemerintahan di kota Kufah. Dari Kufah ini khalifah Ali memimpin umat Islam yang sedang bergejolak.
Langkah-langkah yang ditempuh khalifah Ali adalah:
1. Mengganti para Gubernur
Khalifah Ali memecat
para pejabat yang dzalim, korup, dan tidak becus bekerja. Sahabat Ali kemudian mengirim kepala daerah
baru ke daerah
yang
pejabatnya dipecat. Kemudian semua pejabat lama
wajib kembali ke Madinah.
Namun gubernur
Syiria, yakni sahabat Mu’awaiyah menolak dipecat. Sehingga gubernur baru yang dikirim sahabat Ali kembali ke Madinah. Kebijakan
mengganti paragubernur ini karena khalifah Ali peduli dengan rakyat. Agar rakyat
mendapatkan pelayanan yang baik, maka perlu pemimpin-pemimpin yang lebih peduli
kepada rakyat.
2. Mengembalikan harta Baitulmal
Khalifah Ali menarik kembali harta Baitulmal yang dimiliki oleh perseorangan dengan tanpa hak, termasuk tanah-tanah negara yang dikuasai oleh perorangan. Demikian juga menarik hibah atau pemberian lain pada masa kekhalifahan sebelumnya yang diberikan karena adanya tipu mislihat terhadap khalifah Utsman.
Di masa sahabat Usman, banyak para pejabat yang menyalahgunakan harta Baitulmal. Khalifah Usman sendiri dikenal sangat dermawan dan lunak. Kedua sikap mulia khalifa Usman ini simanfaatkan para pejabat di bawahnya –yang kebanyakan keluarga- untuk memperdayai khalifah Usman. Akhirnya banyak harta Baitulmal yang mereka ambil. Karena itu, khalifah Ali mengembalikan harta tersebut kembali ke tempat semula, yakni Baitulmal.
Kebijakan ini sebagai bentuk kepedulian khalifah kepada rakyat. Kekayaan negara tidak boleh dimiliki oleh sekelompok orang saja, namun harus dimanfaatkan untuk masyarakat luas. Dengan demikian, para tuan tanah yang menguasai tanah negara ditarik kembali kepemilikannya untuk kepentingan masyarakat.
Pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib muncul kaum khawarij yang dipimpin Abdullah Ibn Wahhab al Rasib dan Mus’ar al-Tamimi. Kaum khawarij adalah kaum yang keluar dari barisan khalifah Ali dan mengkafirkannya. Mereka menyalahkan semua orang. Selain kelompoknya adalah salah. Mereka kemudian merencanakan tindakan jahat. Tindakan jahat tersebut adalah membentuk tim penghukum yang akan menghukum sahabat Mu’awiyah, sahabat Amr bin Ash, dan sahabat Ali. Tim bergerak dan dari ketiga sahabat tersebut, keduanya selamat. Namun sahabat Ali yang akan mengimami salat subuh berhasil dilukai oleh Abdurrahman Ibnu Muljam. Setelah sakit beberapa hari akibat lukanya, Sahabat Ali wafat pada bulan Ramadhan tahun 41 H dalam usia 63 tahun.
Sepeninggal khalifah Ali bin Abi Thalib, sahabat Muawiyah mengambil alih jabatan khalifah, dan tidak ada lagi orang kuat yang menghalanginya. Putera khalifah Ali, yakni sahabat Hasan hanya memegang jabatan khalifah beberapa bulan saja dan kemudian menyerahkannya kepada Muawiyah. Muawiyah rela datang ke Kufah menemui Hasan dan Husein (keduanya putera Ali) untuk mendapat baiat dari keduanya. Di samping Hasan dan Husein juga penduduk Kufah dan sebagaian sahabat Nabi lainnya juga membaiat Muawiyah. Karena itu, peristiwa ini dikenal dengan istilah ’amul jam’an yakni tahun persatuan.
Sejak saat inilah
kekhalifan Islam yang demokratis berubah menjadi kekhalifahan dengan sistem turun temurun (dinasti). Dengan demikian, berakhirlah masa kepemimpinan
khulafa’urasyidin dan dimulailah kekuasaan dinasti Umayah.
Renungkan!
Abdurrahman Ibnu Muljam adalah penghafal al-Qur’an. Namun ia tidak mau mempelajari isi kandungan al-Qur’an sehingga ia salah memahami ayat al-Qur’an tentang penerapan hukum Allah Swt. Karena kesalahan dalam memahami inilah ia menghukum khalifah Ali yang telah ia anggap kafir. Padahal Khalifah Ali menjalankan al -Qur’an dengan benar dan didasari ilmu pengetahuan yang luas langsung dari Rasulullah Saw. Karena itu, memahami isi kandungan al-Qur’an dari para ulama yang ahli di bidangnya sangat penting. Dengan demikian, tidak sampai terjerumus seperti Abdurrahman Ibnu Muljam yang dangkal pengetahuannya sehingga mengkafirkan khalifah Ali. Hal ini sangat berbahaya! Waspadalah terhadap sikap dan perilaku ibnu Muljam. Stop mengkafirkan sesama muslim karena sesama muslim adalah saudara dan tidak boleh dikafir-kafirkan!
Posting Komentar untuk "Materi SKI Kelas 5 Bab IX: Kisah Teladan Sahabat Ali Bin Abi Thalib"
Posting Komentar