Puisi: Malam Gelap Menanti Terang
Kembali ke rumah, bersama istri duduk menunggu listrik menyala di teras rumah, hanya ditemani cahaya lilin yang hampir habis. Meski waktu terasa berjalan lambat, suasana tetap penuh ketenangan dan damai. Berikut puisi lengkapnya.
Malam Gelap Menanti Terang
Senin datang dengan tenangnya,
Magrib menyapa di ufuk senja,
Namun tiba-tiba gelap menyergap,
Listrik padam, seakan dunia terhenti, senyap.
Aku duduk di meja, berbuka sendiri,
Puasa sunat Senin kuakhiri,
Hanya lilin kecil yang bersinar, temani,
Lampu senter dari ponsel ikut berseri.
Makanan sederhana kunyah perlahan,
Di dalam gelap, tak ada hiruk-pikuk jalan.
Usai makan, kusucikan diri,
Bersujud kepada-Nya dalam hening sunyi.
Sholat Magrib di tengah malam pekat,
Hati terasa teduh, meski suasana gelap.
Seusai ibadah, tugas lain menanti,
Si bungsu kugiring ke latihan silat malam ini.
Kembali ke rumah, ku dan istri duduk diam,
Di teras rumah, berteman cahaya lilin yang nyaris padam.
Waktu terasa berjalan sangat lambat,
Hanya sinar kecil, membekas dalam gelap pekat.
Jam di ponsel kugenggam erat,
Sesekali aku lihat, berharap ada kabar cepat.
Pukul delapan berlalu tanpa suara,
Angin malam sepoi, menambah suasana syahdu terasa.
Malam makin larut, lilin terus mengecil,
Kami berdua duduk, kadang bersandar, kadang rebah, menanti kilir.
Listrik tak kunjung datang, waktu seakan berdiam,
Jam terus berdetik, namun lampu tetap tenggelam.
Pukul sembilan malam, gelap belum sirna,
Namun dalam kegelapan ada cahaya lainnya.
Meski listrik tak ada, hati kami menyala,
Dalam kesederhanaan, ada damai yang terasa.
Malam itu panjang, tak terburu,
Namun ada keheningan yang mendalam, sepi namun penuh.
Malam tanpa cahaya, hanya lilin yang setia,
Menemani kami hingga terang kembali menyapa.
Mataram, 9 September 2024
Ruslan Wahid
Posting Komentar untuk "Puisi: Malam Gelap Menanti Terang"
Posting Komentar